Bagimana Hukum Hukum Jual Beli Boneka
HUKUM JUAL BELI BONEKA
Tanya :
Ustadz, bolehkah jual beli boneka
berbentuk beruang? Tapi yang memainkannya perempuan dewasa (akhwat) bukan
anak-anak? (Abu Izzah, Banjar, Jabar)
Jawab :
Para ulama seperti Imam Ibnu
al-Arabi, Imam Nawawi, dan Imam Qasthalani meriwayatkan adanya kesepakatan
(ijma’) ulama mengenai keharaman membuat gambar/patung dari makhluk bernyawa.
(Ali Ahmad Thahthawi, Hukmu at-Tashwir min Manzhur Islami, hal. 12).
Dalilnya antara lain sabda
Nabi SAW,"Barangsiapa membuat gambar/patung (shurah) akan disiksa oleh
Allah pada Hari Kiamat hingga dia meniupkan nyawa ke dalam gambar/patung itu,
padahal dia tak akan mampu meniupkannya." (HR Bukhari). Imam
Taqiyuddin An-Nabhani menyatakan hadis ini mengandung arti umum, yaitu haram
membuat gambar/patung dari makhluk bernyawa bagaimanapun bentuknya, baik punya
bayangan atau tidak, baik bentuknya utuh yang bisa hidup, atau tak utuh yang
tak bisa hidup. (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah,
2/352).
Gambar/patung ini tak hanya
haram dibuat, namun juga haram dijualbelikan, sesuai kaidah fiqih : Kullu maa hurrima ‘ala al-‘ibad
fa-bai’uhu haram (Setiap sesuatu yang diharamkan atas hamba,
menjual-belikannya haram). (Taqiyuddin An-Nabhani, ibid, 2/288).
Namun ada perkecualian untuk
boneka bagi anak-anak (al-lu’ab/ad-duma lil athfal), berdasarkan
hadis-hadis sahih. Aisyah RA meriwayatkan,"Dulu aku pernah bermain boneka
berbentuk anak perempuan (al-banat) di sisi Nabi SAW." (HR Bukhari
dan Muslim). Rabi’ binti Mu’awwadz RA meriwayatkan, "Kami dulu menyuruh
anak-anak kami berpuasa, maka kami buatkan mereka boneka dari bulu. Jika
seorang dari mereka menangis minta makan, kami berikan boneka itu kepadanya
hingga tiba waktu berbuka." (HR Bukhari dan Muslim). (Taqiyuddin
An-Nabhani, ibid, 2/357; Muqbil bin Hadi al-Wadi’i, Hukmu Tashwir
Dzawat al-Arwah, hal.59; Yusuf Qaradhawi, al-Halal wal Haram fi al-Islam,
hal. 94).
Dalil-dalil ini menunjukkan
bolehnya membuat boneka untuk anak-anak, sebab dalam hadis Rabi’ binti
Mu’awwadz RA terdapat lafal "maka kami buatkan mereka boneka" (fa-naj’alu
al-lu’bah lahum). Dari sini dapat disimpulkan, boneka untuk anak-anak boleh
dijualbelikan, sebab segala sesuatu yang boleh dibuat berarti boleh dijualbelikan.
Maka boneka berbentuk beruang yang ditanyakan, menurut kami boleh
dijualbelikan.
Jika boneka dimanfaatkan untuk
perempuan dewasa, ada khilafiyah. Sebagian ulama seperti Syekh Abdul
Aziz bin Baz menyatakan itu tidak boleh, karena boneka itu khusus untuk anak
perempuan. Namun ada yang membolehkan, seperti Imam Nasa`i yang membolehkan
seorang suami membeli boneka untuk isterinya. (Ali Ahmad Thahthawi, ibid,
hal. 180).
Menurut kami, pendapat yang rajih
(kuat) adalah yang membolehkan. Sebab hadis Nabi SAW yang membolehkan boneka
tidak merinci boneka hanya boleh untuk anak-anak. Tak adanya rincian ini
menunjukkan keumuman hadis, yaitu boneka boleh untuk anak-anak dan juga orang
dewasa. Kaidah ushul fiqihnya : Tarku al-istifshal fi hikayah al-ahwal ma’a
qiyam al-ihtimal yanzilu manzilah al-umum fi al-maqal. (Tidak adanya
rincian hukum pada suatu masalah/kondisi, padahal ada kemungkinan hukum lain,
sama kedudukannya dengan pernyataan yang bersifat umum). (M. Said Burnu, Mausu’ah
al-Qawa’id al-Fiqhiyah, 2/282; Wahbah Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami,
1/274; M. Sulaiman al-Asyqar, Af’al Ar-Rasul wa Dalalatuha ‘ala al-Ahkam
al-Syar’iyah, 2/80; Imam Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 126). Wallahu
a’lam.
Yogyakarta, 11 April 2010
Muhammad Shiddiq al-Jawi