Bagian Waris Untuk Suami Dan Seorang Anak Laki-Laki
BAGIAN WARIS UNTUK SUAMI
DAN SEORANG ANAK LAKI-LAKI
Tanya :
Seorang perempuan meninggal, ahli
warisnya hanya suami dan seorang anak laki-laki. Bagaimanakah pembagian harta
warisnya? (FW, Rancaekek).
Jawab :
Bagian waris untuk suami
adalah ¼ (seperempat), sebab isteri yang meninggal mempunyai anak. Dalilnya
adalah firman Allah SWT :
فإن كان لهن ولد فلكم الربع مما تركن
"Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya." (QS
An-Nisaa` [4] : 12).
Ayat tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa suami sebagai salah
seorang ash-habul furudh (ahli waris yang mendapat harta waris dalam jumlah
tertentu sesuai dengan nash), mendapat seperempat harta waris jika isteri yang meninggal
mempunyai anak. (Fiqih Waris (terj.), Al-Imam Ar-Rahbi, hal. 57; Shalih
al-Utsaimin, Risalah fi al-Fara`idh, hal. 7; M. Syifa’uddin Achmadi, Pintar
Ilmu Faraidh, hal. 35; Muslich Maruzi, Pokok-Pokok Ilmu Waris, hal. 30; Mukti
Arto, Hukum Waris Bilateral dalam Kompilasi Hukum Islam, hal. 119).
Adapun ahli waris seorang anak laki-laki, dia menjadi ahli waris
ashobah, yaitu ahli waris yang menerima bagian seluruhnya dari sisa harta waris
yang sebelumnya telah diambil oleh dzawil furudh / ash-habul furudh. (Mukti
Arto, Hukum Waris Bilateral dalam Kompilasi Hukum Islam, hal. 28). Jadi, bagian
waris anak laki-laki itu adalah ¾ (tiga perempat), sebab dia adalah ahli waris
ashobah.
Dalil
tentang ahli waris ashobah adalah sabda Nabi SAW :
ألْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
"Berikanlah bagian waris kepada para dzawil furudh (yang mendapat
bagian tertentu sesuai dengan nash). Maka apa yang tersisa adalah untuk ahli
waris laki-laki yang paling dekat nasabnya dengan yang meninggal." (HR
Bukhari no i6732 dan Muslim no 1615). (Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut :
Dar Ibn Hazm], 2000, hal. 1210; Imam Shan’ani, Subulus Salam, 3/98).
Imam Syaukani menjelaskan bawha hadits di atas menunjukkan bahwa harta
sisa setelah dipenuhinya hak dzawil furudh, menjadi hak ahli waris laki-laki
yang nasabnya paling dekat dengan yang meninggal (muwarrits). (Imam Syaukani,
Nailul Authar, hal. 1210).
Demikianlah jawaban kami. Namun sebelum pembagian waris dilakukan,
tentu wajib dikeluarkan lebih dulu dari harta si mayyit )yang meninggal) segala
kewajiban harta benda yang masih menjadi tanggungan si mayyit, yaitu biaya
pengurusan jenazahnya, penunaian wasiat (harta) jika ada, dan pembayaran
utang-utangnya (termasuk zakat mal yang belum dibayar) (Lihat QS an-Nisaa` :
12). Wallahu a’lam.
Yogyakarta,
10 Mei 2010
Muhammad
Shiddiq al-Jawi