Bagaimanakah Hukum Melunasi Utang Dengan Tambahan Tanpa Disyaratkan Diakad
MELUNASI UTANG DENGAN TAMBAHAN TANPA
DISYARATKAN DI AKAD
Tanya :
Bolehkah kita
melunasi utang dengan memberikan tambahan uang tertentu, sebagai hadiah tanpa
kita syaratkan di saat akad? Benarkah itu dibolehkan berdasar
hadis,”Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang paling baik dalam melunasi
utangnya”? (Eri M, Yogyakarta)
Jawab :
Jika seseorang memberikan pinjaman (qardh) kepada orang lain
dan mensyaratkan tambahan pada saat akad, tambahan ini hukumnya haram karena
termasuk riba. Semua ulama sepakat akan keharamannya tanpa perbedaan pendapat.
(Taqiyyuddin Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/343). Ibnu Qayyim
berkata,”Riba ini disepakati keharaman dan kebatilannya. Keharamannya sudah
diketahui dalam agama Islam seperti haramnya zina dan mencuri.” (Ighatsah
al-Lahfan, 2/10). Ibnu Mundzir berkata,”Para ulama sepakat jika pemberi
pinjaman mensyaratkan kepada peminjam tambahan atau hadiah…maka tambahan yang
diambil itu adalah riba.” (Al-Ijma’, hal. 39).
Namun
jika tambahan itu tak disyaratkan dalam akad, ada beda pendapat. Menurut Imam
an-Nabhani, jika tambahan itu diberikan sebagai hadiah, hukumnya dirinci. Jika
peminjam sudah biasa memberi hadiah kepada pemberi pinjaman, hukumnya boleh.
Tapi jika tidak biasa, hukumnya haram. (Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/343).
Dalilnya
hadis dari Anas RA, dia berkata,”Seorang lelaki dari kami bertanya dia pernah
memberi pinjaman (qardh) kepada saudaranya, lalu saudaranya memberi hadiah
kepadanya. Maka Anas RA berkata,’Nabi SAW bersabda,’ Jika salah seorang kamu
memberikan pinjaman lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan di atas kendaraan, janganlah
dia menaiki kendaraan itu dan jangan pula menerima hadiah itu, kecuali itu
sudah pernah terjadi sebelumnya antara dia [pemberi pinjaman] dan dia
[peminjam].” (HR Ibnu Majah). (Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/341)
.
Sedangkan hadis,”Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang paling baik dalam
melunasi utangnya.” (HR Bukhari no 2306; Muslim no 1600), para ulama berbeda
pendapat apakah dapat dijadikan dalil membolehkan tambahan atas utang tanpa
disyarakan di akad. Sebagian ulama membolehkan, jika tambahan itu berasal dari
inisiatif pihak yang meminjam. (Lihat Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Fatawa
Islamiyah, 2/414).
Namun
sebagian ulama seperti Imam Taqiyuddin An-Nabhani tetap tak membolehkan.
Pendapat ini lebih rajih (kuat) karena lebih sesuai dengan topik atau latar
belakang hadis, yaitu Nabi SAW ditagih seseorang yang memberi pinjaman seekor
unta kepada Nabi SAW. Beliau lalu menyuruh sahabat membelikan unta, tapi tak
didapat kecuali unta yang lebih baik (lebih tua). Nabi SAW pun
bersabda,”Belilah unta itu dan berikan kepadanya sebab sebaik-baik kamu adalah
yang paling baik dalam melunasi utangnya.” (HR Bukhari no 2306). Jadi, menurut
Imam An-Nabhani, topik hadis ini adalah pelunasan utang yang baik (as-sadad al
hasan), bukan pemberian tambahan dari jumlah utang yang dipinjam (ziyadah ‘amma
ustuqridho). Yang terjadi adalah bertambahnya kualitas, bukan
kuantitas.(Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/343).
Maka
hadis ini tidak tepat dijadikan dalil untuk membolehkan tambahan dalam melunasi
utang tanpa disyaratkan di akad. Jadi tambahan ini tetap haram kecuali jika
peminjam sudah terbiasa memberi hadiah kepada pemberi peminjam. Wallahu
a’lam.
Pangkalan Bun, 14 Maret 2010
Muhammad Shiddiq Al-Jawi