Bagaimana Metode Syari Metode Penentuan Idul Adha
Tanya :
Ustadz, mohon diterangkan bagaimana
metode penentuan Idul Adha?
Jawab :
Penentuan Idul Adha (10
Dzulhijjah) bergantung pada penentuan awal bulan Dzulhijjah. Dalam hal ini para
fuqaha sepakat, bahwa penentuan awal bulan Dzulhijjah hanya didasarkan pada
rukyatul hilal saja, bukan dengan hisab.
Ini ditegaskan oleh Syaikh
Abdul Majid al-Yahya dalam kitabnya Atsar Al-Qamarain fi Al-Ahkam
Al-Syar’iyah,”Tak ada khilafiyah di antara fuqaha, bahwa rukyatul hilal
adalah standar/patokan dalam penentuan masuknya bulan Dzulhijjah….” (Abdul
Majid al-Yahya, Atsar Al-Qamarain fi Al-Ahkam Al-Syar’iyah, hal. 198).
Dalilnya adalah dalil-dalil
umum bahwa metode standar untuk menentukan awal bulan-bulan Qamariyah adalah
rukyatul hilal saja. Misalkan hadits Nabi SAW,”Berpuasalah kamu karena melihat
hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal.” (HR Bukhari no 1776;
Muslim no 1809; At-Tirmidzi no 624; An-Nasa`i no 2087). (Lihat Abdul Majid
al-Yahya, ibid., hal. 199; Ahmad Muhammad Syakir, Awa`il al-Syuhur
Al-Arabiyah, hal.4; Fahad Al-Hasun, Dukhul al-Syahr al-Qamari, hal.
14).
Berdasarkan hadits-hadits
seperti itu, lahirlah ijma’ ulama bahwa hisab astronomis (al-hisab al-falaki)
tidak boleh dijadikan sandaran untuk menentukan masuknya awal bulan Qamariyah.
Ijma’ ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Taimiyah, Abul Walid
al-Baji, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi, Ibnu Hajar, Al-‘Aini, Ibnu Abidin, dan
Syaukani. (Lihat Majmu’ al-Fatawa, 25/132; Fathul Bari, 4/158; Tafsir
al-Qurthubi, 2/293; Hasyiyah Ibnu Abidin, 3/408; Bidayatul
Mujtahid, 2/557).
Namun khusus untuk penentuan
awal bulan Dzulhijjah yang terkait dengan Idul Adha, rukyatul hilal yang
menjadi patokan utama adalah rukyatul hilal penguasa Makkah, bukan dari
negeri-negeri Islam yang lain. Kecuali jika penguasa Makkah tidak berhasil
merukyat hilal, barulah rukyat dari negeri yang lain dapat dijadikan patokan.
Dalilnya adalah hadits dari
Husain bin Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata,"Amir (penguasa) Makkah
berkhutbah kemudian dia berkata,"Rasulullah telah berpesan kepada kita
agar kita menjalankan manasik haji berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak
melihat hilal, dan ada dua orang saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita
akan menjalankan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya." (HR Abu
Dawud, hadits no 2339. Imam Daruquthni berkata,"Hadits ini isnadnya
muttashil dan shahih." Lihat Sunan Ad-Daruquthni, 2/267. Syaikh
Nashiruddin Al-Albani berkata,"Hadits ini shahih." Lihat Nashiruddin
Al-Albani, Shahih Sunan Abu Dawud, 2/54).
Hadits ini menunjukkan bahwa
yang mempunyai otoritas menetapkan hari-hari manasik haji, seperti hari Arafah,
Idul Adha, dan hari-hari tasyriq, adalah Amir Makkah (penguasa Makkah), bukan
yang lain. Pada saat tiadanya pemerintahan Islam (Khilafah) seperti sekarang,
kewenangan itu tetap dimiliki penguasa Makkah sekarang (Saudi Arabia), meski
sistem pemerintahannya berbentuk kerajaan, bukan Khilafah.
Kesimpulannya, penentuan Idul
Adha ditetapkan berdasarkan rukyatul hilal, bukan hisab. Hanya saja, rukyat
yang diutamakan adalah rukyat penguasa Makkah. Kecuali jika penguasa Makkah
tidak berhasil merukyat, barulah diamalkan rukyat dari negeri-negeri yang lain.
Wallahu a’lam.
Malang, 31 Oktober 2010
Muhammad Shiddiq Al-Jawi