Bagaimana Hukum Memberi Uang Kepada Pengemis
Tanya :
Ustadz, bagaimana hukumnya memberi
uang kepada pengemis?
Jawab :
Memberi uang kepada pengemis
dapat dianggap bersedekah. Maka hukumnya sunnah, karena bersedekah hukum
asalnya sunnah. Wahbah az-Zuhaili berkata,"Sedekah tathawwu’ (sedekah
sunnah/bukan zakat) dianjurkan (mustahab) dalam segala waktu, dan hukumnya
sunnah berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah." (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh
Al-Islami wa Adilatuhu, 3/389).
Dalil Al-Qur`an antara lain
(artinya),"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman
yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan
melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak."
(QS Al-Baqarah [2] : 245). Dalil As-Sunnah misalnya sabda Nabi SAW,"Barangsiapa
memberi makan orang lapar, Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan
surga. Barangsiapa memberi minuman kepada orang haus, Allah pada Hari Kiamat
nanti akan memberinya minuman surga yang amat lezat (ar-rahiq al-makhtum), dan
barangsiapa memberi pakaian orang yang telanjang, Allah akan memberinya pakaian
surga yang berwarna hijau (khudhr al-jannah)." (HR Abu Dawud no 1432;
Tirmidzi no 2373).
Namun hukum asal sunnah ini
bisa berubah bergantung pada kondisinya. Sedekah dapat menjadi wajib. Misalnya
ada pengemis dalam kondisi darurat (mudhthar), yakni sudah kelaparan dan
tak punya makanan sedikit pun, sedang pemberi sedekah mempunyai kelebihan
makanan setelah tercukupi kebutuhannya. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami
wa Adilatuhu, 3/390). Dalam kondisi seperti ini, sedekah wajib hukumnya.
Sebab jika tak ada cara lain menolongnya kecuali bersedekah, maka sedekah
menjadi wajib, sesuai kaidah fiqih : "Maa laa yatimmul wajibu illa
bihi fahuwa wajib." (Jika suatu kewajiban tak terlaksana kecuali
dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya). (Saifuddin Al-Amidi, Al-Ihkam
fi Ushul Al-Ahkam, 1/111).
Sedekah dapat menjadi haram
hukumnya, jika diketahui pengemis itu akan menggunakan sedekah itu untuk
kemaksiatan. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/390).
Misalnya, digunakan untuk berjudi, berzina, atau minum khamr. Hukum sedekah
dalam kondisi ini menjadi haram, karena telah menjadi perantaraan (wasilah)
pada yang haram. Kaidah fikih menyebutkan,"Al-Wasilah ila al-haram
haram." (Segala perantaraan menuju yang haram, haram hukumnya).
(M. Shidqi al-Burnu, Mausu’ah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah, 12/200).
Sedekah kepada pengemis juga
menjadi haram, jika diketahui pengemis itu tidak termasuk orang yang boleh
mengemis (meminta-minta), misalnya bukan orang miskin. Dalam masalah ini ada
dalil khusus yang mengharamkan meminta-minta, kecuali untuk tiga golongan
tertentu. Sabda Nabi SAW,"Meminta-minta tidaklah halal kecuali untuk
tiga golongan : orang fakir yang sangat sengsara (dzi faqr mudqi’), orang yang
terlilit utang (dzi ghurm mufzhi’), dan orang yang berkewajiban membayar diyat
(dzi damm muuji’)." (HR Abu Dawud no 1398; Tirmidzi no 590; Ibnu Majah
no 2198). (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, hal.
194).
Jadi kalau seorang pengemis
sebenarnya bukan orang miskin, haram baginya meminta-meminta. Demikian pula
pemberi sedekah, haram memberikan sedekah kepadanya, jika dia mengetahuinya.
Dalam kondisi ini pemberi sedekah turut melakukan keharaman, karena dianggap
membantu pengemis tersebut berbuat haram. Kaidah fikih menyebutkan : "Man
a’ana ‘ala ma’shiyyatin fahuwa syariik fi al itsmi" (Barangsiapa
membantu suatu kemaksiatan, maka dia telah bersekutu dalam dosa akibat
kemaksiatan itu.). (Syarah Ibnu Bathal, 17/207). Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 15 Pebruari 2010
Muhammad Shiddiq Al Jawi