Bagaimana Hukum Hukum Menonton Film Di Bioskop
HUKUM MENONTON FILM DI
BIOSKOP
Tanya :
Ustadz,
apa hukumnya nonton film di bioskop? Bolehkah nonton film 2012?
Jawab :
Boleh hukumnya menonton film, dengan syarat wajib infishal,
yaitu penonton laki-laki dan perempuan terpisah. Jika penonton laki-laki dan
perempuan bercampur aduk (ikhtilath) hukumnya haram. (Atha` Abu Rasytah,
Ajwibah As’ilah 10 Oktober 2006, hlm. 3).
Dalil kebolehannya ialah dalil-dalil umum yang membolehkan
perbuatan melihat (nazhar) secara umum. Misal firman Allah SWT
(artinya),"Katakanlah,’Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di
bumi." (QS Yunus [10]
: 101). Juga firman-Nya (artinya),"Katakanlah,’Dialah yang menciptakan
kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati." (QS
Al-Mulk [67] : 23).
Ayat-ayat ini menunjukkan perbuatan
melihat (nazhar) hukum asalnya boleh, kecuali jika ada dalil yang
mengharamkan melihat sesuatu, misal melihat aurat. Perbuatan melihat ini
disebut perbuatan jibiliyyah, yakni perbuatan yang secara fitrah
dilakukan manusia sejak penciptaannya, seperti berdiri, berjalan, tidur, makan,
minum, melihat, dan mendengar. (Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam,
I/173; Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hlm. 260).
Adapun syarat infishal,
didasarkan pada sejumlah dalil. Di antaranya : Pertama, Nabi SAW telah
menetapkan ketika shalat shaf laki-laki di depan sedang shaf perempuan di
belakang. (HR Bukhari dari Anas). Kedua, pada masa Nabi SAW jika selesai
shalat, jamaah perempuan keluar dari masjid lebih dulu, setelah itu jamaah
laki-laki. (HR Bukhari dari Ummu Salamah). Ketiga, Nabi SAW memberi
pengajaran kepada laki-laki dan perempuan pada hari yang berbeda. (HR Bukhari
dari Abu Said Al-Khudri).
Dalil-dalil ini menunjukkan laki-laki dan perempuan pada
asalnya wajib terpisah. Kecuali pada kondisi-kondisi tertentu yang dibolehkan oleh
syara’, misalnya beribadah haji, berjual-beli, ijarah (sewa menyewa),
belajar, berobat, merawat orang sakit, menjalankan bisnis pertanian, industri,
dan yang semisalnya. (An-Nabhani, An-Nizham Al-Ijtima’i fi al-Islam, hal. 37; An-Nabhani,
Muqaddimah Ad-Dustur, hlm. 321; Abu Nashr Al-Imam, Al-Ikhtilath Ashl
Al-Syarr, hlm. 39).
Maka, kelompok penonton laki-laki dan
perempuan di bioskop wajib terpisah, sebab keterpisahan ini merupakan prinsip
asal dalam pengaturan interaksi antara laki-laki dan perempuan.
Mengenai film 2012, ia menggambarkan
Kiamat akan terjadi tahun 2012. Ini bertentangan dengan Aqidah Islam, yang
menegaskan tak ada siapapun pun yang tahu kapan terjadinya Kiamat, kecuali
Allah itu sendiri. (QS Al-A’raf [7] : 187; QS Thaha [20] : 15).
Maka dari itu, meskipun hukum asal
menonton film itu boleh, namun menonton film 2012 tidak dibolehkan khususnya
bagi mereka yang belum kuat./mantap keimanannya, seperti anak-anak atau
muallaf. Sebab film tersebut dapat membahayakan Aqidah mereka. Sedang bagi mereka
yang sudah kuat keimanannya, hukumnya boleh. Kaidah fiqih menyebutkan : Al-Syai’u
al-mubah idza awshala fardun min afradihi ila dhararin, hurrima dzalika
al-fardu wahdahu wa baqiya al-syai’u mubahan. (Sesuatu yang asalnya mubah
jika ada satu kasus di antaranya yang berbahaya, maka kasus itu saja yang
diharamkan, sedangkan sesuatu itu tetap mubah hukumnya). (An-Nabhani, Muqaddimah
Ad-Dustur, hlm. 89). Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 30
Nopember 2009
Muhammad
Shiddiq al-Jawi