Nasab, Hak Waris, Dan Wali Nikah Dari Ayah Muallaf
AYAH AHLI KITAB
MENJADI WALI NIKAH
Soal :
Boleh atau tidak orang
tua atau pihak Ahli Kitab [beragama Kristen/Yahudi] menjadi wali nikah anak
perempuannya yang menikah dengan laki-laki muslim? (Amiruddin,
Bogor)
Jawab :
Jika
perempuan itu muslimah dan hendak menikah dengan laki-laki muslim, tidak boleh
ayah perempuan itu yang Ahli Kitab menjadi wali nikahnya. Sebab orang kafir
tidak berhak menjadi wali bagi muslimah.
Imam Ibnu
Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Ahkam Ahli adz-Dzimmah Juz I hal. 295
dalam masalah ini telah membuat judul bab Orang Kafir Tidak Boleh Menjadi
Wali Bagi Muslimah (laa yakuunu al-kaafir waliyan lil muslimah).
Menurut Imam Ibnul Qayyim (Ahkam Ahli adz-Dzimmah, I/295), dalil-dalil
yang melarang orang kafir untuk menjadi wali nikah bagi muslimah adalah
dalil-dalil umum yang menjelaskan bahwa muslim adalah wali bagi sesama muslim
dan bahwa kafir adalah wali bagi sesama kafir bukan wali bagi muslim. Firman
Allah SWT :
"Dan orang-orang yang
beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) auliya`
(penolong, pelindung) bagi sebahagian yang lain." (QS At-Taubah [9] : 71)
"Adapun orang-orang
kafir, sebagian mereka menjadi auliya` (penolong, pelindung) bagi
sebahagian yang lain." (QS Al-Anfaal [8] :
73)
Dalam kondisi
seperti ini, yang menjadi wali bagi muslimah tersebut adalah wali hakim
(penguasa/sulthaan). Rasulullah SAW bersabda,"Tidak sah nikah
kecuali dengan wali. Siapa saja perempuan yang dinikahkan tanpa izin walinya
maka nikahnya batil, batil, batil. Maka jika perempuan itu tidak mempunyai
wali, maka penguasa (sulthaan) adalah wali bagi perempuan yang tidak mempunyai
wali." (HR Abu Dawud) (Imam Syaukani, Nailul Authar,
hadits no. 2664, hal. 1254)
Adapun jika
perempuan itu adalah kitabiyah (kafir Ahli Kitab), bukan muslimah,
bolehkah ayahnya yang Ahli Kitab menjadi wali nikahnya? Para imam berbeda
pendapat dalam masalah ini, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim.
Menurut Imam Ahmad bin Hambal, tidak boleh. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah
dan Imam Syafi’i dalam salah satu riwayatnya, hukumnya boleh. (Ahkam Ahli
adz-Dzimmah I/297).
Menurut Imam
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, sebagaimana dinukil Imam Ibnu Qayyim
al-Jauziyah (Ahkam Ahli adz-Dzimmah I/297), pendapat yang membolehkan
adalah lebih tepat (wa huwa ashohh), meskipun ini menyalahi mazhab Imam
Ahmad.
Jadi, seorang
ayah Ahli Kitab boleh menikahkan anak perempuannya yang juga Ahli Kitab (kitabiyah),
dengan seorang laki-laki muslim. Sebab ayah itu adalah walinya. Maka boleh bagi
dia menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki muslim sebagaimana boleh pula
dia menikahkannya dengan laki-laki kafir (Ahkam Ahli adz-Dzimmah I/297).
Kami lebih
cenderung kepada pendapat yang membolehkan ini sebab lebih sesuai dengan firman
Allah SWT yang menjelaskan bahwa orang kafir adalah wali bagi sesama orang
kafir :
"Adapun orang-orang
kafir, sebagian mereka menjadi auliya` (penolong, pelindung) bagi
sebahagian yang lain." (QS Al-Anfaal [8] :
73)
Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 6 Nopember 2006
Muhammad Shiddiq al-Jawi