“Kebersihan Sebagian Dari Iman” Bukan Hadits Nabi SAW
"KEBERSIHAN SEBAGIAN DARI
IMAN" BUKAN HADITS NABI SAW
Tanya :
Apakah
benar istilah ”Kebersihan Sebagian Dari Iman” merupakan hadits atau hanya
semboyan saja ? Mohon penjelasan penjelasan bapak. (Hamba Allah, Jakarta)
Jawab :
Ungkapan
”Kebersihan Sebagian Dari Iman” (Arab : an-nazhaafatu minal iimaan) sebenarnya
bukanlah hadits Nabi SAW, namun hanya sekedar peribahasa atau kata mutiara yang
baik atau Islami.
Ringkasnya, jika ditinjau apakah ungkapan itu hadits Nabi SAW atau bukan,
jawabnya bukan hadits Nabi SAW. Sebab tidak terdapat hadits berbunyi demikian
dalam berbagai kitab hadits yang ada, sejauh pengetahuan kami. Namun kalau
ditinjau apakah ungkapan itu Islami atau tidak, jawabnya Islami. Sebab ungkapan
itu didukung oleh sebuah hadits hasan seperti yang akan kami sebutkan.
Memang, ada
hadits sahih dari Nabi SAW yang mirip dengan kalimat ”Kebersihan Sebagian Dari
Iman”. Hadits itu adalah sabda Nabi SAW yang berbunyi,”Ath-thahuuru syatrul
iimaan...” (HR. Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi) (Lihat Imam As-Suyuthi,
Al-Jami’ Ash-Shaghir, II/57; Imam Al-Qazwini, Bingkisan Seberkas 77 Cabang Iman
(Terj. Mukhtashar Syu’abul Iman Li Al-Imam Baihaqi), hal. 66-67).
Namun arti hadits Nabi tersebut adalah,”Bersuci [thaharah] itu setengah
daripada iman....” Kata ath-thahuuru dalam hadits itu artinya tiada lain adalah
bersuci (ath-thaharah), bukan kebersihan (an-nazhafah), meskipun patut
diketahui ath-thaharah secara makna bahasa artinya memang kebersihan
[an-nazhaafah] (Taqiyuddin al-Husaini, Kifayatul Akhyar, I/6). Tetapi dalam
ushul fiqih terdapat kaidah bahwa arti asal suatu kata dalam al-Qur`an dan
Al-Hadits adalah arti terminologis (makna syar’i), bukan arti etimologis (makna
bahasa). Imam Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyah
Juz III hal. 174 menyebutkan kaidah ushul fiqih yang berbunyi :
Al-Ashlu fi dalalah an-nushush asy-syar’iyah huwa al-ma’na asy-syar’iy
“Arti asal nash-nash syariah [Al-Qur`an dan As-Sunnah] adalah makna
syar’i.”
Karenanya hadis Nabi SAW di atas hendaknya diartikan “Bersuci itu setengah
daripada iman”, dan bukannya ”Kebersihan itu sebagian daripada iman.”
Suci dan bersih itu berbeda. Suci (thahir) adalah keadaan tanpa najis dan
hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil, pada badan, pakaian, tempat, air,
dan sebagainya. Bersuci (thaharah) adalah aktivitas seseorang untuk mencapai
kondisi suci itu, misalnya berwudhu, tayammum, atau mandi junub. (Taqiyuddin
al-Husaini, Kifayatul Akhyar, I/6). Sedang bersih (nazhif) adalah lawan dari
kotor yaitu keadaan sesuatu tanpa kotoran. Sesuatu yang kotor bisa saja suci,
meski ini tentu kurang afdhol. Sajadah yang lama tidak dicuci adalah kotor.
Tapi tetap disebut suci selama kotoran yang menempel hanya sekedar debu atau
daki, bukan najis seperti kotoran binatang.
Demikian pula sesuatu yang bersih juga tidak otomatis suci. Seorang muslim yang
berhadats besar (misal karena haid atau berhubungan seksual) bisa saja tubuhnya
bersih sekali karena mandi dengan sabun anti kuman atau desinfektan. Tapi
selama dia tidak meniatkan mandi junub, dia tetaplah tidak suci alias masih
berhadas besar.
Walhasil, suci atau bersuci berkaitan dengan keyakinan seorang muslim, yang
sifatnya tidak universal. Maksudnya hanya menjadi pandangan khas di kalangan
umat Islam. Sedang bersih atau kebersihan berkaitan dengan fakta empiris yang
universal, yaitu diakui baik oleh umat Islam maupun umat non Islam.
Kembali ke masalah hadits di atas. Kesimpulannya, yang ada adalah hadits Nabi
SAW yang berarti ”Bersuci Adalah Sebagian Dari Iman”, dan bukan ” Kebersihan
Sebagian Dari Iman.”
Namun demikian, kalimat ” Kebersihan Sebagian Dari Iman” merupakan ungkapan
yang baik (Islami), karena didukung sebuah hadits yang menurut Imam Suyuthi
berstatus hasan, yakni sabda Nabi SAW :
”Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah baik dan mencintai kebaikan, bersih dan mencintai
kebersihan, mulia dan mencintai kemuliaan, dermawan dan mencintai kedermawanan.
Maka bersihkanlah halaman rumahmu dan janganlah kamu menyerupai orang
Yahudi.” (HR. Tirmidzi) (Lihat Imam As-Suyuthi, Al-Jami’ Ash-Shaghir,
I/70; Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih, [Jakarta : GIP], cetakan
keenam, 1993, hal. 311).
Hadits di atas menunjukkan bahwa kebersihan (an-nazhafah) merupakan sesuatu
yang dicintai Allah SWT. Maka dari itu ungkapan ” Kebersihan Sebagian Dari
Iman” kami katakan sebagai ungkapan yang baik atau Islami karena ada dasarnya
dalam Islam yaitu hadits riwayat Tirmidzi di atas. Ungkapan itu dapat diberi
arti, bahwa menjaga kebersihan segala sesuatu merupakan bukti atau buah
keimanan seorang muslim, karena dia telah beriman bahwa Allah SWT adalah Dzat
Yang Mahabersih (nazhiif). Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 26 Nopember 2007
Muhammad Shiddiq Al-Jawi