Bagaimana Nasib Bekas Penguasa Muslim Di Negara Khilafah Nantinya
NASIB
BEKAS PENGUASA MUSLIM DI NEGARA KHILAFAH NANTINYA
Soal:
Banyak penguasa muslim yang membunuh rakyatnya secara kejam
dan biadab atau mengambil harta rakyatnya secara tidak sah. Misalnya mantan
Presiden Soeharto dan Presiden Islam Karimov (presiden Uzbekistan). Jika negara
Khilafah berdiri nantinya, apakah peradilan Islam akan mengadili mereka?
Jawab:
Dalam negara Khilafah nanti, para bekas penguasa muslim,
misalnya presiden, para menterinya, serta aparat pemerintahan lainya, akan
tetap dimintai pertanggungjawaban atas berbagai tindak kejahatan yang telah
diperbuatnya. Tindakan kejahatan mereka banyak sekali, yang menonjol adalah
kejahatan dalam masalah nyawa (pembunuhan), harta (korupsi), dan sudah barang
tentu penerapan hukum-hukum kufur secara paksa atas rakyat mereka yang muslim.
Dalam masalah pembunuhan rakyat yang dilakukan penguasa
muslim sebelum Khilafah, Syariah Islam menetapkan bahwa mereka tetap dituntut
bertanggung jawab setelah Khilafah berdiri. Dalilnya adalah as-Sunnah.
Rasulullah Saw pada saat Fathu Makkah telah menjatuhkan hukuman mati atas
delapan orang dari penjahat-penjahat besar Quraisy yang telah melakukan
berbagai tindak kejahatan dan dosa sebelum dan sesudah berdirinya Daulah
Islamiyah (di Madinah). Di antara mereka adalah Abdullah bin Abi Sarah yang
sebelumnya telah masuk Islam dan berhijrah ke Madinah, lalu murtad dan kembali
lagi ke Makkah. Di antara mereka adalah Hubar bin al-Aswad yang dulunya sangat
kejam terhadap kaum muslimin dan melakukan kekerasan terhadap Zainab puteri
Rasulullah saat Zainab hijrah sehingga Zainab jatuh di padang pasir dan
janinnya gugur. Di antara mereka adalah al-Huwairits bin Nuqaid yang sebelumnya
sangat keras permusuhannya terhadap Rasululullah Saw di Makkah. Juga Abdullah
bin Khathl yang dulu pernah masuk Islam lalu diutus Rasulullah untuk
mengumpulkan zakat. Rasulullah juga mengutus seorang laki-laki Anshar untuk
menemani Abdullah bin Khathl. Lalu Abdullah membunuh orang Anshar itu kemudian
murtad dan menjadi musyrik.
Rasulullah juga menjatuhkan hukuman mati atas enam orang
wanita pada saat Fathu Makkah itu. Di antaranya adalah Fartaniy dan Qarinah,
dua orang budak wanita penyanyi milik Abdullah bin Khathl, yang
bernyanyi-nyanyi menghina Rasulullah Saw (Lihat Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul
Bari, juz VIII hal. 11 & 12; Ibnu Hisyam, Sirah Ibnu Hisyam, juz II hal
409-410; Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Zâdul Ma’â, juz I, hal. 166-167).
Hadits di atas menunjukkan dengan jelas bahwa setelah tegak
Daulah Islamiyah (setelah Fathu Makkah pada saat itu) maka Daulah Islamiyah
tetap menjatuhkan hukuman atas siapa saja yang telah melakukan pembunuhan atau
penganiayaan sebelum berdirinya Daulah Islamiyah.
Dengan demikian, jika nantinya Khilafah (Daulah Islamiyah)
berdiri kembali, Khilafah akan tetap mengadili dan menghukum bekas-bekas
penguasa muslim yang telah membunuh rakyatnya sebelum berdirinya Khilafah.
Orang-orang hina seperti itu nantinya akan terus dikejar oleh Khilafah dan
tidak dapat lari dari tanggung jawab atas perbuatannya yang sangat kejam dan
biadab atas rakyatnya yang tidak berdosa.
Berkaitan dengan kejahatan mantan Presiden Soeharto, menurut
catatan Lembaga Studi Advokasi ELSAM, banyak peristiwa pembunuhan dan
penyiksaan masa lalu yang mestinya menjadi tanggung jawab Pak Harto, tapi
sampai sekarang penyelesaiannya masih gelap dan belum ada yang mau bertanggung
jawab. Hanya Khilafah saja yang mampu menegakkan keadilan ini nantinya.
Soeharto (dan aparat-aparat pelaksananya) harus bertanggung jawab atas
pembunuhan dan penghilangan paksa dalam operasi militer terbatas di Aceh dan
Irian Jaya (1976-1983), pembunuhan misterius (“Petrus”) terhadap kaum kriminal di
berbagai kota (1983-1986), peristiwa Tanjung Priok (1984), penangkapan dan
penyiksaan Kelompok Usroh (1985-1988), dan peristiwa Lampung (1989). Selain
itu, ada penyiksaan dan pembunuhan terhadap jemaat HKBP (1992-1993), peristiwa
pembantaian Haur Koneng (Majalengka, Jabar) (1993), pembunuhan petani Nipah
Madura (1993), Operasi Militer II di Aceh (1989-1998), pembunuhan di Irian Jaya
(1994-1995), peristiwa 27 Juli (1996), dan masih banyak lagi (Tomy Su,
“Refleksi Tragedi 13-15 Mei 1998 : Impunitas dan Matinya Keadilan”, Jawa Pos,
13 Mei 2005).
Demikian pula masalah pengambilan harta rakyat secara tidak
sah, para bekas penguasa muslim juga harus tetap mempertanggung jawabkannya di
negara Khilafah nantinya. Hal ini karena Syariah Islam telah mewajibkan umat
Islam untuk menarik kembali harta yang telah diambil oleh seseorang dari milik
orang lain secara tidak sah. Dalil-dalil ini bersifat umum mencakup siapa saja
baik individu maupun penguasa.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya…” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 58).
Ayat
ini bermakna umum, mencakup negara dan individu, sehingga negara (Khilafah)
berkewajiban mengembalikan harta-harta rakyat yang telah dirampas, dicuri, atau
dikorupsi oleh para bekas penguasa muslim yang berkhianat.
Selain itu, Rasulullah Saw juga
telah bersabda:
(‘Ala al-yadd maa akhadhat hatta tu`addiyahu) “Tanggung jawab tetap ada pada
tangan (pengambil harta) terhadap apa saja yang dia ambil, hingga dia
mengembalikannya.” [HR. al-Hakim. Lihat Al-Mustadrak, juz II, hal. 47].
Dalil-dalil di atas secara jelas menunjukkan kewajiban
mengembalikan harta yang telah diambil secara tidak sah, seperti harta hasil
pencurian, perampasan, manipulasi, korupsi, dan sebagainya. Karena itu, jika negara
Khilafah berdiri nanti, Khilafah akan mengejar para bekas penguasa muslim yang
korup, untuk mengadili mereka. Khilafah akan melakukan penyitaan (mushadarah)
atas harta mereka yang diperoleh secara haram, mengembalikannya kepada para
pemiliknya jika diketahui pemiliknya, atau akan dimasukkan ke dalam Kas Negara
(Baitul Maal) jika tidak bisa dilacak lagi pemiliknya. Mereka pun akan dijatuhi
hukuman ta’zir, yang bahkan dapat sampai berupa hukuman mati (al-qatlu)
(Majalah al-Khilafah al-Islamiyah, No. 2, Ramadhan 1415 H/Pebruari 1995 M, hal.
36).
Fakta menunjukkan, banyak para penguasa muslim, ketika
berkuasa, melakukan tindak kejahatan korupsi yang sangat luar biasa, sehingga
mereka bisa hidup berfoya-foya sementara rakyatnya harus hidup menderita dalam
kesengsaraan dan kemelaratan.
Sekarang kita lihat, berapa kekayaan mantan Presiden
Soeharto dari hasil korupsinya. Paul Hunt, yang menulis di koran Guardian &
Mail yang terbit di Inggris, pada 01-08-96 memperkirakan kekayaan Suharto yang
tidak teraudit sekitar US$ 5 miliar. Sementara menurut taksiran Central
Intelegence Agency (CIA), sebagaimana dikutip dalam tesis Ph.D. Jeffrey Winters
tahun 1991, kekayaan Suharto pribadi mencapai US$ 15 juta.
Semuanya merupakan taksiran tahun 1991-an, sebelum Nusamba menguasai
saham-saham di tambang emas-tembaga-perak di PT. Freeport Indonesia di Irian
Jaya, serta PT Astra Internasional. Makanya taksiran nilai total kekayaan
Suharto dan keluarganya sebesar US$ 40 miliar (Newsweek, 26-01-98), dan ini
lebih dari cukup untuk melepaskan Indonesia dari kemelut moneter (Newsweek, 26
Januari 1998; George Aditjondro, Indonesian Daily News). Dengan kurs Rp 9.800
per 1 dolar US, maka hasil korupsi Soeharto (dan keluarganya) itu nilainya
sekitar 392 triliun rupiah.
Lebih dari itu, perlu diketahui pula, bahwa hasil korupsi
Soeharto itu menduduki rangking nomor satu di antara hasil korupsi para
diktator yang kejam di seluruh dunia. Dalam situs www.transparency.org diungkapkan data-data dalam tabel berikut:
Nama |
Jabatan |
Estimasi
Korupsi |
GDP
Perkapita 2001 |
1. Soeharto |
Presiden
Indonesia 67-98 |
US$ 15-35
millar |
US$
695 |
2. Ferdinand
Marcos |
Presiden
Filipina 72 - 86 |
US$
5 - 10 millar |
US$
912 |
3. Mobutu
Sese Seko |
Presiden
Zaire 65 - 97 |
US$
5 millar |
US$
99 |
4.
Sani Abacha |
Presiden
Nigeria 93-98 |
US$
2 - 5 miliar |
US$
319 |
5.
Slobodan Milosevic |
Presiden
Serbia 89-2000 |
US$
1 miliar |
Tidak
ada data |
6.
Jean-Claude Duvalie |
Presiden
Haiti, 71-86 |
US$
300 - 800 juta |
US$
460 |
7. Alberto
Fujimori |
Presiden
Peru, 90-2000 |
US$
600 juta |
US$
2.051 |
8.
Pavlo Lazarenko |
PM
Ukraina, 96-97 |
US$
114 - 200 juta |
US$
766 |
9.
Arnoldo Alemán |
Presiden
Nikaragua, 97-2002 |
US$
100 juta |
US$
490 |
10.
Joseph Estrada |
Presiden
Filipina, 98-2001 |
US$
78 - 80 juta |
US$
912 |
Tabel 1. Data Korupsi Para Diktator Dunia Dibandingkan
GDP Rakyatnya (Sumber: http://www.transparency.org/pressreleases_archive/2004/2004.03.25.gcr_relaunch.html)
Dari tabel 1 di atas, bisa diketahui bahwa mantan Presiden Soeharto memang
merupakan presiden yang sangat korup, tidak saja paling korup di Indonesia,
bahkan paling korup di antara diktator-diktator kaliber dunia yang tentu sangat
kejam dan biadab atas rakyatnya.
Karena itu, Khilafah Islam yang akan berdiri sebentar lagi
insyaAllah, tidak akan membiarkan begitu saja bekas-bekas penguasa muslim
berkeliaran secara bebas tanpa pertanggung jawaban. Padahal tangan mereka masih
berlumuran darah akibat membunuh rakyat mereka yang tak berdosa, atau sedang
berfoya-foya menjalani gaya hidup mewah dengan harta rakyat yang dirampasnya
secara haram, sementara rakyatnya dibiarkan dan ditelantarkan hidup sengsara
dan melarat tanpa batas. Para bekas penguasa itu tentu harus bertanggung jawab,
sebab Khilafah akan mengejar dan mengadili mereka.
Kepada segenap kaum muslimin di manapun berada, kami himbau
agar kalian mencatat dan mendata secara teliti segala tindak kejahatan yang
dilakukan oleh penguasa kalian sekarang. Entah itu pembunuhan, penyiksaan,
korupsi, dan sebagainya. Catatlah beserta bukti-buktinya. Berikanlah nanti
kepada Khilafah, agar dapat menegakkan keadilan hakiki, sebab sistem sekuler
sekarang sudah terbukti tidak becus memberikan keadilan yang kalian dambakan.
28 Agustus 2005
Muhammad Shiddiq al-Jawi