Bagaimana Hukum Leasing Sepeda Motor
LEASING SEPEDA MOTOR
SOAL:
Bagaimana hukum leasing? Contoh, saya membeli
sepeda motor dengan sistem leasing. Jika dalam beberapa bulan tidak bisa
membayar cicilan atau telat membayar cicilan, maka akan didenda bahkan jika
tidak mampu membayar cicilan lagi, sepeda motor itu akan diambil kembali oleh
dealer. Bagaimana hukum jual-beli seperti ini? (Agus, Bandung)
JAWAB :
A. Fakta Leasing
Leasing secara global ada dua, yaitu operating lease dan financial lease.
Operating lease adalah menyewa suatu barang untuk mendapatkan manfaat barang
yang disewa, sedangkan kepemilikan barang tetap di tangan pemberi sewa.
Adapun financial lease merupakan suatu bentuk sewa dimana kepemilikan barang
berpindah dari pihak pemberi sewa kepada penyewa. Bila dalam masa akhir sewa
pihak penyewa tidak dapat melunasi sewanya, barang tersebut tetap milik pemberi
sewa (perusahaan leasing), akadnya dianggap sebagai akad sewa. Sedangkan bila
pada masa akhir sewa pihak penyewa dapat melunasi cicilannya, barang tersebut
menjadi milik penyewa. Biasanya pengalihan pemilikan ini dengan alasan hadiah
pada akhir penyewaan, pemberian cuma-cuma, atau janji dan alasan lainnya.
Intinya, dalam financial lease terdapat dua proses akad sekaligus : sewa
sekaligus beli. Dan inilah sebabnya mengapa leasing bentuk ini disebut sebagai
sewa-beli. Istilah leasing, pada umumnya diartikan masyarakat sebagai financial
lease atau sewa-beli ini (MR. Kurnia, Hukum Seputar Leasing, 1999).
B. Hukum Leasing
Leasing dalam arti financial lease (sewa beli) adalah akad yang batil, karena
bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW yang melarang terjadinya dua akad
berbeda dalam satu akad. Imam Ahmad meriwayatkan bahwa “Rasulullah SAW melarang
(kaum muslimin) dua perjanjian dalam satu perjanjian“ (nahaa rasulullah ‘an
shafqatain fi shaqatin) (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhsyiah Al-Islamiyah,
II/263-264).
Syaikh An-Nabhani menafsirkan,
bahwa makna hadits tersebut ialah Rasulullah SAW melarang adanya dua akad pada
satu akad saja (wujuudu ‘aqdain fi aqdin wahidin). Syaikh An-Nabhani
mencontohkan dua akad dalam satu akad, misalnya seseorang berkata,”‘Saya
menjual rumah saya ini kepada Anda dengan syarat Anda menikahkan putri Anda
kepada saya.” Ini tidak boleh, sebab perkataan “Saya menjual rumah saya ini
kepada Anda” adalah akad pertama (akad jual-beli), dan perkataannya “Dengan
syarat Anda menikahkan putri Anda kepada saya” adalah akad kedua (akad nikah).
Kedua akad ini telah berkumpul menjadi satu akad, sehingga tidak dibenarkan
sebagaimana hadits Rasulullah SAW di atas.
Demikian pula andaikata
seorang penjual motor berkata,“Saya menjual motor ini kepada Anda dengan harga
10 juta rupiah dengan cicilan selama 2 tahun, tetapi bila di tengah jalan Anda
tidak dapat melunasinya, maka barang tersebut tetap menjadi milik saya dan uang
yang telah Anda berikan kepada saya dianggap uang sewa selama Anda
menggunakannya.”
Di dalam muamalah ini sesungguhnya terdapat dua akad sekaligus, yaitu akad
jual-beli sekaligus akad sewa dalam satu akad saja. Semua ini bertentangan
hadits Rasulullah SAW tadi.
Berdasarkan penjelasan ini, nampaklah bahwa dalam muamalah financial lease
(yang secara umum dikenal dengan istilah ‘leasing’ saja) seperti yang
ditanyakan, terdapat dua akad sekaligus dalam satu akad. Hal ini batil karena
tidak sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. Wallahu a’lam
Yogyakarta, 29 Agustus 2005
Muhammad Shiddiq Al-Jawi