Bagaimana Hukum Jual Beli Mata Uang Asing
HUKUM JUAL BELI MATA UANG ASING
Tanya :
Ustadz, mohon dijelaskan
hukum jual beli mata uang asing. (Mila Andriyani,
Palembang)
Jawab :
Jual beli
mata uang dalam fiqih kontemporer disebut dengan istilah tijarah an-naqd
atau al-ittijaar bi al-‘umlat. Dalam kitab-kitab fiqih disebut al-sharf
(pertukaran uang, currency exchange). Definisi al-sharf
menurut Abdurrahman al-Maliki adalah pertukaran harta dengan harta yang berupa
emas atau perak, baik dengan sesama jenisnya dengan kuantitas yang sama, maupun
dengan jenis yang berbeda dengan kuantitas yang sama ataupun tidak sama. Karena
mata uang sekarang dianggap sama dengan emas dan perak, maka Rawwas Qa’ahjie
mendefinisikannya secara umum, yaitu pertukaran uang dengan uang. (Abdurrahman
al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mustla, hal. 114 & 125; Ali
As-Salus, Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal.
432; Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah al-Fuqaha, hal. 85 & 208).
Hukum jual
beli mata uang mubah selama memenuhi syarat-syaratnya. Jika yang dijualbelikan
sejenis (misal rupiah dengan rupiah, atau dolar AS dengan dolar AS), syaratnya
dua. Pertama, harus ada kesamaan kuantitas, yakni harus sama nilainya. Kedua,
harus ada serah terima (at-taqabudh) di majelis akad. Jadi harus kontan
dan tak boleh ada penundaan serah terima. Adapun jika yang dijualbelikan tak
sejenis (misal rupiah dengan dolar AS), syaratnya satu, yaitu dilakukan secara
kontan. (Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah al-Dustur, 2/155; Abul A’la
al-Maududi, Ar-Riba, hal. 114; Sa’id bin Ali al-Qahthani, Ar-Riba
Adhraruhu wa Atsaruhu, hal. 23).
Dalilnya
antara lain sabda Rasulullah SAW,"Emas ditukar dengan emas, perak
dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma,
garam dengan garam, harus semisal dengan semisal, sama dengan sama
(beratnya/takarannya), dan dari tangan ke tangan (kontan). Maka jika berbeda
jenis-jenisnya, juallah sesuka kamu asalkan dari tangan ke tangan (kontan)."
(HR Muslim no 1210; At-Tirmidzi III/532; Abu Dawud III/248).
Hadits ini
menunjukkan jika yang dipertukarkan masih satu jenis (misal emas dengan emas),
syaratnya dua; Pertama, harus ada kesamaan (at-tasawi) dalam hal
berat atau takarannya. Kedua, harus ada serah terima (taqabudh)
di majelis akad, yakni secara kontan. Namun jika yang dipertukarkan tak satu
jenis (misal emas dengan perak), boleh ada kelebihan atau tambahan, dan
syaratnya hanya satu, yaitu dilakukan secara kontan.
Hadits di
atas walaupun menjelaskan pertukaran emas dan perak, namun hukumnya berlaku
pula untuk mata uang saat ini. Ini karena sifat yang ada emas dan perak saat
itu, yaitu sebagai mata uang, juga terdapat pada mata uang saat ini (al-nuqud).
(Taqiyuddin an-Nabhani, an-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, hal. 264).
Maka jual
beli mata uang asing hukumnya boleh selama memenuhi syarat-syaratnya. Jika
tidak memenuhi syaratnya, hukumnya haram. Misal menukar rupiah dengan dolar AS,
tapi serah terimanya ditunda pada tanggal tertentu beberapa hari mendatang.
Walaupun disepakati, hukumnya tetap haram, baik yang ditunda rupiahnya,
dolarnya, atau kedua-duanya. (Ali As-Salus, Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah
al-Mu’ashirah, hal. 426). Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 12 Desember
2010
Muhammad Shiddiq Al-Jawi