Zakat Dan Penimbunan Harta
ZAKAT DAN PENIMBUNAN HARTA
Tanya :
Apa hukumnya jika emas dan perak tidak
dikeluarkan zakatnya atau tidak dinafkahkan di jalan Allah karena belum cukup
haul dan nishab? Jika kita menyimpan emas setelah mengeluarkan zakatnya apakah
termasuk menimbun harta? (Ilyas, Tidore)
Jawab :
Adik
Ilyas, untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada dua masalah yang perlu kita
pahami :
(1) zakat emas
dan perak
(2) pengertian
menimbun harta (kanzul maal).
Emas
dan perak, baik berbentuk uang dinar (emas) dan dirham (perak), maupun
berbentuk lantakan, wajib dizakati jika memenuhi dua perkara;
(1) mencapai
nishab
(2) sudah haul
(berlalu setahun).
Tidak wajib zakat jika dua
perkara itu tidak terpenuhi salah satunya atau dua-duanya. Emas dan perak dalam
bentuk perhiasan, tidak wajib dizakati jika dipakai.
Nishab emas adalah 85 gr emas
sedang nishab perak 595 gr perak. Perhitungan haul didasarkan pada sistem
kalender Islam (qamariyah), bukan kalender masehi (syamsiyah). Zakatnya 2,5 %.
Misal, pada 1 Syawal 1426
Ahmad punya emas yang telah mencapai nishab, katakan 100 gr emas. Jika dia
memiliki emas itu selama satu tahun hingga 1 Syawal 1427 (sudah haul), wajib
dizakati sebesar 2,5 % X 100 gr = 2,5 gr emas. Zakat boleh dikeluarkan dalam
bentuk emas, atau harta lain yang senilai (qimah), misal diuangkan senilai 2,5
gr emas. Nabi SAW pernah mengambil baju sebagai pembayaran zakat emas (Abdul
Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilalah, hal. 169).
Uang kertas di masa kini juga
wajib dizakati, meski bukan berstandar emas dan perak. Sebab fungsinya sama
dengan dinar dan dirham yakni sebagai alat tukar serta pengukur nilai barang
dan jasa. Ketentuan zakat uang sama dengan ketentuan zakat emas dan perak
(ibid., hal. 175). Misal Ahmad punya uang Rp 10 juta. Ini berarti sudah
melebihi nishab (asumsinya harga 1 gr emas = Rp 100 ribu, berarti nishab zakat
uang Rp 8,5 juta). Jika uang itu sudah dimiliki selama satu tahun (haul), wajib
dizakati 2,5 % X Rp 10 juta = Rp 250 ribu.
Adapun pengertian menimbun
harta (kanzul maal) yang diharamkan Allah dalam QS At-Taubah [9] :34, adalah
menimbun emas dan perak (atau uang) tanpa suatu keperluan (hajat). Yakni semata
menyimpan uang agar tidak beredar di pasar. Ini haram berdasar firman Allah :
“Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beri
mereka kabar gembira berupa azab yang pedih.” (QS At-Taubah [9] : 34).
Adapun jika menyimpan harta
karena ada suatu keperluan, misalnya untuk membangun rumah, untuk biaya nikah,
untuk modal usaha, atau untuk berhaji, maka ini tidak termasuk menimbun harta,
tapi disebut menabung (al-iddikhar) yang hukumnya boleh.
Sedangkan yang dimaksud
“menafkahkan harta di jalan Allah” dalam QS 9:34 itu, ialah infaq untuk jihad
fi sabilillah, yaitu infaq untuk keperluan perang melawan kaum kafir atau
segala hal yang berkaitan langsung dengan perang. Jadi, menafkahkan harta di
jalan Allah dalam QS 9:34 artinya bukan mengeluarkan zakatnya, tapi menafkahkan
harta itu dalam jihad fi sabilillah (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham
Al-Iqtishadi fi Al-Islam, hal. 248-249).
Atas dasar itu, kita dapat
menjawab dua pertanyaan di atas. Pertama, apa hukumnya jika emas dan perak
tidak dikeluarkan zakatnya atau tidak dinafkahkan di jalan Allah karena belum
cukup haul dan nishab? Jawabnya, jika emas atau perak belum cukup haul dan nishab,
maka tidak wajib dizakati. Sebab nishab dan haul adalah dua syarat yang wajib
ada untuk menunaikan zakat.
Sedang menafkahkan harta di
jalan Allah dalam arti menafkahkan harta dalam jihad fi sabilillah (bukan dalam
arti mengeluarkan zakatnya) hukumnya wajib bagi yang mampu, baik sudah nishab
dan haul maupun belum. Ukuran kemampuan adalah jika seseorang punya kelebihan
harta, setelah tercukupinya kebutuhan primernya (sandang, pangan, papan) dan
kebutuhan sekundernya yang lazim baginya.Nabi SAW bersabda,”Sebaik-baik sedekah
adalah apa yang di atas kecukupan.” (Khairus shadaqah ma kaana 'an zhahri
ghina) (HR Bukhari)
Kedua, jika kita menyimpan
emas setelah mengeluarkan zakatnya apakah termasuk menimbun harta? Jawabnya,
hal itu tetap termasuk menimbun harta. Sebab mengeluarkan zakat bukanlah arti
dari “menafkankan harta di jalan Allah” sebagaimana dalam QS 9 : 34.
Ringkasnya, menimbun harta hukumnya tetap haram, baik harta itu sudah nishab
dan haul, maupun tidak. Menimbun harta juga tetap haram hukumnya meskipun harta
itu telah dikeluarkan zakatnya. Wallahu a’lam
13 Desember 2006
Muhammad Shiddiq Al-Jawi