“Hubbul Wathon Minal Iman” Hadits Palsu
"HUBBUL
WATHON MINAL IMAN" HADITS PALSU
SOAL :
Ustadz tolong jelaskan
status hadits "hubbul wathon minal iman" (cinta tanah air sebagian
dari iman)? (Ismail, Tangerang, 081-696-3841)
JAWAB :
Ungkapan "hubbul
wathon minal iman" memang sering dianggap hadits Nabi SAW oleh para
tokoh [nasionalis], mubaligh, dan juga da`i yang kurang mendalami hadits dan
ilmu hadits. Tujuannya adalah untuk menancapkan paham nasionalisme dan
patriotisme dengan dalil-dalil agama agar lebih mantap diyakini umat Islam.
Namun sayang,
sebenarnya ungkapan "hubbul wathon minal iman" adalah hadits
palsu (maudhu’). Dengan kata lain, ia bukanlah hadits. Demikianlah menurut
para ulama ahli hadits yang terpercaya, sebagaimana akan diterangkan kemudian.
Mereka yang
mendalami hadits, walaupun belum terlalu mendalam dan luas, akan dengan mudah
mengetahui kepalsuan hadits tersebut. Lebih-lebih setelah banyaknya kitab-kitab
yang secara khusus menjelaskan hadits-hadits dhaif dan palsu, misalnya :
1. Kitab Tahdzirul Muslimin
min al-Ahadits a-Maudhu’ah ‘Ala Sayyid al-Mursalin karya Syaikh Muhammad
bin al-Basyir bin Zhafir al-Azhari asy-Syafi’i (w. 1328 H) (Beirut : Darul
Kutub al-Ilmiyah, 1999), hal. 109; dan
2. Kitab Bukan Sabda Nabi!
(Laysa min Qaul an-nabiy SAW) karya Muhammad Fuad Syakir, diterjemahkan
oleh Ahmad Sunarto, (Semarang : Pustaka Zaman, 2005), hal. 226.
Kitab-kitab
itu mudah dijangkau dan dipelajari oleh para pemula dalam ilmu hadits di
Indonesia, sebelum menelaah kitab-kitab khusus lainnya tentang hadits-hadits
palsu, seperti :
1. Kitab Al-Maudhu’at
karya Ibnul Jauzi (w. 597 H);
2. Kitab Al-Ala`i
al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah karya Imam as-Suyuthi (w. 911 H);
3. Kitab Tanzih Asy-Syari’ah
al-Marfu`ah ‘an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu`ah karya Ibnu ‘Arraq
Al-Kanani (Lihat Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 93).
Berikut akan
saya jelaskan penilaian para ulama hadits yang menjelaskan kepalsuan hadits "hubbul
wathon minal iman".
Dalam kitab Tahdzirul
Muslimin karya Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i hal. 109 tersebut diterangkan,
bahwa hadits "hubbul wathon minal iman" adalah maudhu`
(palsu). Demikianlah penilaian Imam as-Sakhawi dan Imam ash-Shaghani.
Imam
as-Sakhawi (w. 902 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya al-Maqashid
al-Hasanah fi Bayani Katsirin min al-Ahadits al-Musytaharah ‘ala Alsinah,
halaman 115.
Sementara
Imam ash-Shaghani (w. 650 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya Al-Maudhu’at,
halaman 8.
Penilaian
palsunya hadits tersebut juga dapat dirujuk pada referensi-referensi (al-maraji’)
lainnya sebagai berikut :
1. Kasyful Al-Khafa` wa
Muziilu al-Ilbas, karya Imam Al-‘Ajluni (w. 1162
H), Juz I hal. 423;
2. Ad-Durar Al-Muntatsirah fi
al-Ahadits al-Masyhurah, karya Imam Suyuthi (w. 911
H), hal. 74;
3. At-Tadzkirah fi al-Ahadits
al-Musytaharah, karya Imam Az-Zarkasyi (w. 794 H),
hal. 11.
(Lihat Syaikh al-Azhari
asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah ‘Ala Sayyid
al-Mursalin, hal. 109)
Ringkasnya,
ungkapan "hubbul wathon minal iman" adalah hadits palsu (maudhu’)
alias bukanlah hadits Nabi SAW.
Hadits
maudhu’ adalah hadits yang didustakan (al-hadits al-makdzub), atau
hadits yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat (al-mukhtalaq al-mashnu`)
yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Artinya, pembuat hadits maudhu` sengaja
membuat dan mengadakan-adakan hadits yang sebenarnya tidak ada (Lihat Syaikh
al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hal. 35; Mahmud Thahhan, Taysir
Musthalah al-Hadits, hal. 89).
Menurut Imam
Nawawi dalam Syarah Muslim, meriwayatkan hadits maudhu’ adalah haram
hukumnya bagi orang yang mengetahui kemaudhu’an hadits itu serta termasuk salah
satu dosa besar (kaba`ir), kecuali disertai penjelasan mengenai
statusnya sebagai hadits maudhu’ (Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul
Muslimin, hal. 43).
Maka dari
itu, saya peringatkan kepada seluruh kaum muslimin, agar tidak mengatakan
"hubbul wathon minal iman" sebagai hadits Nabi SAW, sebab Nabi
SAW faktanya memang tidak pernah mengatakannya. Menisbatkan ungkapan itu kepada
Nabi SAW adalah sebuah kedustaan yang nyata atas nama Nabi SAW dan merupakan
dosa besar di sisi Allah SWT. Nabi SAW bersabda :
"Barangsiapa yang
berdusta atasku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di
neraka." (Hadits Mutawatir).
Terlebih lagi
Islam memang tidak pernah mengenal paham nasionalisme atau patriotisme yang
kafir itu, kecuali setelah adanya Perang Pemikiran (al-ghazwul fikri)
yang dilancarkan kaum penjajah. Kedua paham sesat ini terbukti telah
memecah-belah kaum muslimin seluruh dunia menjadi terkotak-kotak dalam wadah
puluhan negara bangsa (nation-state) yang sempit, mencekik, dan
membelenggu.
Maka, kaum
muslimin yang terpasung itu wajib membebaskan diri dari kerangkeng-kerangkeng
palsu bernama negara-negara bangsa itu. Kaum muslimin pun wajib bersatu di
bawah kepemimpinan seorang Imam (Khalifah) yang akan mempersatukan kaum
muslimin seluruh dunia dalam satu Khilafah yang mengikuti minhaj nubuwwah.
Semoga datangnya pertolongan Allah ini telah dekat kepada kita semua. Amin.
Yogyakarta, 14 Agustus 2006
Muhammad Shiddiq al-Jawi