Hukum Menjatuhkan Talak Dalam Keadaan Marah
HUKUM MENJATUHKAN TALAK DALAM
KEADAAN MARAH
Tanya :
Ustadz, bagaimana
hukumnya suami menjatuhkan talak dalam keadaan marah? Apakah jatuh talaknya?
Jawab :
Menurut
Wahbah Zuhaili marah (ghadhab) ada dua. Pertama, marah biasa yang
tak sampai menghilangkan kesadaran atau akal, sehingga orang masih menyadari
ucapan atau tindakannya. Kedua, marah yang sangat yang menghilangkan
kesadaran atau akal, sehingga seseorang tak menyadari lagi ucapan atau
tindakannya, atau marah sedemikian rupa sehingga orang mengalami kekacauan
dalam ucapan dan tindakannya. (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 9/343).
Para fuqaha
sepakat jika suami menjatuhkan talak dalam keadaan marah yang sangat (kategori
kedua), talaknya tidak jatuh. Sebab ia dianggap bukan mukallaf karena hilang
akalnya (za`il al-aql), seperti orang tidur atau gila yang ucapannya tak
bernilai hukum. Dalilnya sabda Nabi SAW,"Diangkat pena (taklif) dari
umatku tiga golongan : anak kecil hingga baligh, orang tidur hingga bangun, dan
orang gila hingga waras." (HR Abu Dawud no 4398). (Ibnul Qayyim, Zadul
Ma’ad, 5/215; Sayyid Al-Bakri, I’anah al-Thalibin, 4/5; Wahbah
Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 9/343; Al-Mausu’ah
Al-Fiqhiyah, 29/9).
Namun fuqaha
berbeda pendapat mengenai talak yang diucapkan dalam keadaan marah biasa (thalaq
al-ghadbaan). Pertama, menurut ulama mazhab Hanafi dan sebagian
ulama mazhab Hambali talak seperti itu tak jatuh. Kedua, menurut ulama
mazhab Maliki, Hambali, dan Syafi’i, talaknya jatuh. (Hani Abdullah Jubair, Thalaq
al-Mukrah wa al-Ghadbaan, hal. 19; Ibnul Qayyim, Ighatsatul Lahfan fi
Hukm Thalaq al-Ghadban, hal. 61).
Pendapat pertama antara lain berdalil dengan
hadits ‘A`isyah RA bahwa Nabi SAW bersabda,"Tak ada talak dan
pembebasan budak dalam keadaan marah (laa thalaqa wa laa ‘ataqa fi
ighlaq)." (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah). (Musthofa Al-‘Adawi, Ahkam
Al-Thalaq fi al-Syari’ah al-Islamiyah, hal. 61).
Pendapat kedua antara lain berdalil dengan
riwayat Mujahid, bahwa Ibnu Abbas RA didatangi seorang lelaki yang
berkata,"Saya telah menjatuhkan talak tiga kali pada isteriku dalam
keadaan marah." Ibnu Abbas menjawab,"Aku tak bisa menghalalkan
untukmu apa yang diharamkan Allah. Kamu telah mendurhakai Allah dan isterimu
telah haram bagimu." (HR Daruquthni, 4/34). (Hani Abdullah Jubair, Thalaq
al-Mukrah wa al-Ghadbaan, hal. 24).
Menurut kami,
yang rajih (kuat) adalah pendapat kedua, yakni talak oleh suami dalam keadaan
marah tetap jatuh talaknya. Alasannya, hadits ‘A`isyah RA meski menyebut talak
orang yang marah tak jatuh, tapi yang dimaksud sebenarnya bukan sekedar marah
(marah biasa), melainkan marah yang sangat. Imam Syaukani menukilkan perkataan
Ibnu Sayyid, bahwa kalau marah dalam hadits itu diartikan marah biasa, tentu
tidak tepat. Sebab mana ada suami yang menjatuhkan talak tanpa marah. (Imam
Syaukani, Nailul Authar, hal. 1335).
Kesimpulannya,
suami yang menjatuhkan talak dalam keadaan marah dianggap tetap jatuh talaknya.
Sebab kondisi marah tidak mempengaruhi keabsahan tasharruf (tindakan
hukum) yang dilakukannya, termasuk mengucapkan talak. Kecuali jika kemarahannya
mencapai derajat marah yang sangat, maka talaknya tidak jatuh. Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 12 Nopember 2010
Muhammad Shiddiq Al-Jawi