Bagian Waris Untuk Dan Anak Tunggal Perempuan
BAGIAN WARIS UNTUK SUAMI
DAN ANAK TUNGGAL PEREMPUAN
Tanya :
Ustadz, isteri saya meninggal dan
ahli warisnya hanyalah saya dan anak perempuan kami satu-satunya (anak
tunggal). Isteri saya yang meninggal itu anak tunggal. Ayah ibunya telah
meninggal. Tak ada ahli waris yang lain. Bagaimana pembagian harta warisnya?
(Humaedi, Bondowoso)
Jawab :
Saudaraku Humaedi,
Bagian waris Anda adalah 1/4
(seperempat, rubu'). Dalam kitab Risalah fi Al-Faraidh hal. 7 karya
Syaikh Shalih bin Utsaimin disebutkan bahwa bagian harta waris suami (az-zauj)
adalah 1/4 (seperempat, rubu') jika isteri yang meninggal mempunyai anak (ahli
waris). Dalilnya adalah firman Allah SWT :
فإن كان لهن ولد فلكم الربع مما تركن من بعد وصية يوصين بها أو دين
"...jika isteri-isterimu itu mempunyai
anak, maka kamu (suami) mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya,
sesudah dpenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya." (QS An-Nisaa` [4] : 12)
Sedang bagian harta waris anak
tunggal perempuan Anda adalah 1/2 (setengah, nishfu). Dalam kitab Risalah fi
Al-Faraidh hal. 10 karya Syaikh Shalih bin Utsaimin dikatakan bahwa bagian
harta waris anak tunggal perempuan adalah 1/2 (setengah, nishfu) jika si mayit
tidak mempunyai anak laki-laki. Dalilnya adalah firman Allah SWT :
وإن كانت واحدة فلها النصف
"...jika anak perempuan itu seorang saja,
maka ia memperoleh separo harta." (QS An-Nisaa` [4] : 11)
Dengan demikian, jelaslah
bahwa bagian Anda adalah 1/4 (seperempat, rubu') sedang bagian anak tunggal
perempuan Anda adalah adalah 1/2 (setengah, nishfu).
Pertanyaan berikutnya, sisa
harta yang 1/4 (seperempat, rubu') dibagikan kepada siapa? Jawaban kami adalah
sebagai berikut : hukum asal dari harta yang tak ada ahli warisnya (maalu
man laa waaritsa lahu) adalah menjadi milik Baitul Mal dari Daulah Khilafah
Islamiyah. Namun karena saat ini Daulah Khilafah Islamiyah belum berdiri
kembali setelah hancur pada tahun 1924 di Turki, maka menurut kami --wallahu
a'lam-- yang berhak adalah kaum muslimin penduduk desa/kampung (ahlul
qaryah) di mana si mayit itu tinggal.
Harta yang tiada ahli warisnya
(maalu man laa waaritsa lahu) hukum asalnya adalah hak milik Baitul Mal,
sesuai sabda Rasulullah SAW :
من ترك مالا فلورثه وأنا وارث من لا وارث له
"Barangsiapa yang meninggalkan harta
(warisan) maka itu adalah hak milik para ahli warisnya, dan aku (Rasul) adalah
ahli waris dari orang yang tidak punya ahli waris." (HR Ahmad, Ibnu
Majah, At Tirmidzi). (Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, Beirut : Dar
Ibn Hazm, 2000, hal. 1215, hadits no. 2558).
Hadits di atas menunjukkan
pengertian (dalalah) yang jelas, bahwa jika seseorang meninggal dan
tidak ada ahli warisnya, atau jika ada sisa harta ketika harta waris telah
dibagikan kepada semua ahli warisnya, maka ahli warisnya adalah Rasulullah SAW.
Setelah Rasulullah SAW wafat maka ahli warisnya adalah para khalifah sebagai
pengganti Rasulullah SAW dan harta waris itu berubah dari milik individu
menjadi milik negara yang diletakkan dalam Baitul Mal. (Lihat Abdul Qadim
Zallum, Al-Amwal fi Daulah Khilafah, hal. 129).
Hanya saja sayang kini hukum
asal ini tak dapat diamalkan, karena Baitul Mal tidak ada lagi setelah tiadanya
Khalifah sebagai pemimpin negara Khilafah sejak runtuhnya Khilafah di Turki
pada tahun 1924. Lalu bagaimana menyalurkan sisa harta waris kepada Baitul Mal
jika Baitul Malnya sendiri tidak ada? Lalu siapa yang berhak atas harta itu?
Kami berusaha keras memecahkan
persoalan tersebut dan alhamdulillah kami mendapatkan dalil dari
As-Sunnah, yang menunjukkan bahwa yang berhak adalah kaum muslimin penduduk
desa/kampung (ahlul qaryah) di mana si mayit itu tinggal. Dalilnya
sebagai berikut :
عن عائشة
: ان مولى النبي صلى الله عليه وسلم خرمن عذق نخلة فمات فأتي به النبي صلى الله عليه وسلم فقال
: هل له من نسيب او رحم؟ قالوا لا قال اعطوا ميراثه بعض اهل قريته.
Dari 'A'isyah RA : Bahwa maula (bekas budak)
Nabi SAW terjatuh dari cabang pohon kurma lalu meninggal. Lalu dia dibawa
kepada Nabi SAW dan bertanyalah Nabi SAW,"Apakah dia punya keturunan atau
kerabat (dzawil arham)?" Mereka (para shahabat)
menjawab,"Tidak." Berkata Nabi SAW,"Berikanlah harta warisnya
kepada sebagian penduduk desanya." (HR Al-Khamsah, kecuali an-Nasa'i.
Hadits ini hadits hasan menurut Imam Tirmidzi). (Lihat Imam Syaukani, Nailul
Authar, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hal. 1216-1217, hadits no. 2562).
Imam Syaukani –rahimahullah-- mensyarah hadits di atas dengan
mengatakan :
فيه دليل على جوازصرف ميراث من لا وارث له معلوم إلى واحد من أهل بلده
"Dalam hadits ini terdapat dalil
bolehnya menyalurkan harta waris dari orang yang tak punya ahli waris yang
diketahui kepada satu orang dari penduduk desanya." (Lihat Imam
Syaukani, Nailul Authar, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hal. 1217).
Pengertian qaryah dalam
hadits di atas adalah desa atau kampung (Inggris : village). Dalam kitab
Mu'jam Lughah Al-Fuqaha karya Prof. Dr. Muhammad Rawas Qa'ahjie dan Dr.
Hamid Shadiq Qunaibi, hal. 269, disebutkan bahwa :
القرية ...ما تقاربت فيه الأبنية المتخذة للسكن
"Qaryah adalah tempat yang di dalamnya
saling berdekatan bangunan-bangunan yang dijadikan tempat tinggal... (village)."
Berdasarkan penjelasan di
atas, menurut pemahaman kami (wallahu a'lam), boleh hukumnya sisa harta
waris itu, yaitu sebesar 1/4 (seperempat, rubu') diberikan kepada seseorang
dari penduduk desa/kampung (ahlul qaryah) di mana si mayit tinggal. Wallahu
a'lam.
Yogyakarta, 21 Juli 2008
Muhammad Shiddiq Al-Jawi