Bagaimana Hukum Hukum Rokok Dan Merokok
HUKUM ROKOK
Tanya :
Ustadz,
mohon penjelasan yang paling rajih tentang hukum merokok? (Afif, Amuntai.
Rif'ah, Gresik)
Jawab :
Terdapat khilafiyah
hukum rokok menjadi 3 (tiga) versi.
Pertama, haram. Antara lain
pendapat Muhammad bin Abdul Wahab, Abdul Aziz bin Baz, Yusuf Qaradhawi, Sayyid
Sabiq, dan Mahmud Syaltut.
Kedua, makruh. Antara lain
pendapat Ibnu Abidin, Asy-Syarwani, Abu Sa’ud, dan Luknawi. Ketiga, mubah. Antara lain
pendapat Syaukani, Taqiyuddin Nabhani, Abdul Ghani Nablusi, Ibnu Abidin, dan
pengarang Ad-Durrul Mukhtar. (Wizarat al-Awqaf Al-Kuwaitiyah, al-Mausu’ah
al-Fiqhiyah, Juz 10, Bab "At-Tabghu"; Abdul Karim Nashr, Ad-Dukhan
Ahkamuhu wa Adhraruhu, hal. 23; Ali Abdul Hamid, Hukm ad-Din fi
al-Lihyah wa At-Tadkhin, hal. 42).
Menurut kami, pendapat yang rajih
(kuat) adalah yang memubahkan, kecuali bagi individu tertentu yang mengalami dharar
(bahaya) tertentu, maka hukumnya menjadi haram bagi mereka.
Rokok hukum asalnya mubah,
karena rokok termasuk benda (al-asy-ya`) yang dapat dihukumi kaidah
fiqih Al-ashlu fi al-asy-ya` al-ibahah maa lam yarid dalil at-tahrim
(hukum asal benda mubah selama tak ada dalil yang mengharamkan). (Ibnu Hajar
‘Asqalani, Fathul Bari, 20/341; Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazhair,
hal. 60; Syaukani, Nailul Authar, 12/443). Maka rokok mubah karena tak
ada dalil khusus yang mengharamkan tembakau (at-tabghu; at-tanbak).
Namun bagi orang tertentu,
rokok menjadi haram jika menimbulkan dharar (bahaya) tertentu, sedang
rokok itu sendiri tetap mubah bagi selain mereka. Dalilnya kaidah fiqih Kullu
fardin min afrad al-amr al-mubah idza kaana dhaarran aw mu`addiyan ilaa
dhararin hurrima dzalika al-fardu wa zhalla al-amru mubahan (Setiap kasus
dari sesuatu (benda/perbuatan) yang mubah, jika berbahaya atau mengantarkan
pada bahaya, maka kasus itu saja yang diharamkan, sedangkan sesuatu itu tetap
mubah). (Taqiyuddin Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 3/457).
Berdasarkan ini, rokok haram hanya bagi individu tertentu yang terkena bahaya
tertentu, semisal kanker jantung atau paru-paru. Namun tak berarti rokok lalu
haram seluruhnya, tetapi tetap mubah bagi selain mereka.
Kriteria bahaya yang
menjadikan rokok haram ada 2 (dua). Pertama, jika mengakibatkan kematian
atau dikhawatirkan mengakibatkan kematian. Bahaya semacam ini haram karena
termasuk bunuh diri (QS An-Nisaa` : 29). Kedua, jika mengakibatkan
seseorang tak mampu melaksanakan berbagai kewajiban, semisal bekerja, belajar,
sholat, haji, jihad, berdakwah, dll. Bahaya ini diharamkan berdasar kaidah
fiqih al-wasilah ila al-haram haram (Segala perantaraan yang
mengantarkan pada yang haram, hukumnya haram). (M. Husain Abdullah, Mafahim
Islamiyah, 2/155).
Jika bahaya belum sampai pada
kriteria di atas, maka rokok tetap mubah. Namun lebih baik meninggalkan rokok.
Sebab merokok (tadkhin) dalam kondisi ini (tak menimbulkan kematian atau
meninggalkan yang wajib), adalah tindakan menimbulkan bahaya pada diri sendiri
yang hukumnya makruh.
Dalilnya, Nabi SAW pernah
ditanya tentang seorang lelaki yang bernadzar akan berdiri di terik matahari,
dan tidak akan duduk, berbuka pada siang hari (berpuasa), berteduh, dan
berbicara. Nabi SAW bersabda,"Perintahkan ia untuk berteduh, berbicara,
dan duduk, namun ia boleh menyempurnakan puasanya." (HR Bukhari). Dalil
ini menunjukkan larangan menimbulkan bahaya pada diri sendiri. Namun karena
larangan ini tidak tegas (jazim), maka hukumnya makruh, bukan haram. (M.
Husain Abdullah, ibid, 2/147). Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 27 Maret 2010
Muhammad Shiddiq Al-Jawi