Bagaimana Hukum Hukum Menonton Film Porno
HUKUM MENONTON FILM PORNO
Tanya :
Ustadz,
apa hukumnya nonton film/video porno?
Jawab :
Film porno adalah gambar bergerak yang
bertujuan untuk membangkitkan nafsu seksual penontonnya yang umumnya
menampilkan adegan aktivitas seksual. Film porno secara umum dibagi dua
kategori, softcore dan hardcore. Softcore adalah yang tidak menampilkan adegan
seksual secara vulgar (misal penetrasi), sedang hardcore menampilkan secara
vulgar. Film porno dijualbelikan dan disewakan dalam bentuk DVD, dipertunjukkan
lewat internet, atau saluran TV khusus, layanan bayar tiap nonton (pay-per-view)
lewat kabel dan satelit, juga lewat bioskop dewasa. (en.wikipedia.org).
Menurut Syaikh ‘Atha` Abu Rusytah, menonton
film porno hukumnya haram, meski itu hanya gambar dan bukan kenyataan yang
sebenarnya. Dalilnya kaidah fiqih : al-wasilah ila al-haram (Segala sarana yang
mengakibatkan keharaman, hukumnya haram). Menurut beliau, pengamalan kaidah ini
tidak mensyaratkan sarana itu akan mengakibatkan keharaman secara pasti, tapi
cukup ada dugaan kuat (ghalabatuzh zhann) sarana itu akan mengakibatkan
keharaman. Pada umumnya, film porno akan mendorong penontonnya melakukan
keharaman, semisal zina. Maka kaidah fiqih tersebut dapat diberlakukan untuk
kasus ini sehingga hukum menonton film porno adalah haram. (Ajwibah As`ilah,
10/10/2006).
Syaikh Ziyad Ghazzal juga menegaskan keharaman
menonton film porno dalam kitabnya Masyru’ Qanun Wasa`il al-I’lam, hal.
75. Dalilnya sabda Rasulullah SAW,”Kedua mata dapat berzina, dan zina
keduanya adalah melihat. Kedua telinga dapat berzina, dan zina keduanya adalah
mendengar. Lidah zinanya dengan bicara. Tangan zinanya dengan menyentuh. Kaki
zinanya dengan melangkah. Hati zinanya dengan berhasrat dan menginginkan. Dan
kemaluan akan membenarkan atau mendustakannya.” (HR Muslim).
Syaikh Ziyad Ghazzal menjelaskan wajhul
istidlal (cara penarikan kesimpulan hukum) dari hadis tersebut sebagai berikut.
Kalau zina telinga yang diharamkan itu dengan mendengarkan cerita tentang zina,
maka lebih-lebih lagi kalau melihat gambar orang berzina. Karena melihat gambar
orang berzina lebih jelas dan lebih besar pengaruhnya ke dalam jiwa daripada
sekedar mendengar cerita zina. Maka melihat film porno hukumnya haram. (Ziyad
Ghazzal, Masyru’ Qanun Wasa`il al-I’lam, hal. 76).
Dikecualikan dari keharaman ini, pihak-pihak
yang mempunyai keperluan syar’i (hajat syar’iyah), yaitu keperluan yang
dibenarkan hukum syariah. Misalnya, polisi (syurthah), atau hakim (qadhi) yang
akan menjatuhkan hukuman untuk pelaku suatu film porno. Dalam kondisi seperti
ini, boleh hukumnya pihak-pihak tersebut melihat film porno dalam rangka
pemeriksaan.
Dalilnya adalah hadis dan Ijma’ Shahabat.
Diriwayatkan ketika Nabi SAW mengangkat Sa’ad bin Muadz sebagai hakim untuk
menghukum mati kaum lelaki Yahudi Bani Quraizhah, Sa’ad telah membuka sarung
mereka untuk mengetahui mereka sudah dewasa atau belum. (HR Al-Hakim dan Ibnu
Hibban). Pada zaman Khalifah Utsman, seorang lelaki pencuri tertangkap.
Khalifah Utsman memerintahkan para sahabat untuk melihat aurat di balik kain
sarungnya. Ternyata rambut kemaluan pencuri itu belum tumbuh sehingga dia tak
jadi dipotong tangannya. (HR Baihaqi). Hal ini diketahui para shahabat dan tak
ada yang mengingkarinya sehingga terwujudlah Ijma’ Shababat. (Taqiyuddin
an-Nabhani, an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, hal. 40).
Dalil-dalil ini membolehkan melihat aurat jika
ada keperluan yang dibenarkan syariah. Kalau melihat aurat dibenarkan, maka
melihat gambar aurat seperti film porno juga diperbolehkan, jika ada keperluan
yang dibenarkan syariah, seperti pemeriksaan oleh hakim. Wallahu a’lam [
]
Yogyakarta, 25 Juni 2010
Muhammad Shiddiq al-Jawi