Bagaimana Hukum Biogas
HUKUM BIOGAS
Tanya :
Ustadz, bagaimana hukumnya biogas,
yang sekarang marak jadi energi alternatif ?(Ibnu, Lamongan)
Jawab :
Biogas adalah gas yang
dihasilkan dari proses pembusukan limbah organik (dari makhluk hidup) dengan
bantuan bakteri dalam keadaan anaerob (tanpa oksigen). Limbah organik
ini dapat berupa kotoran manusia/hewan, atau limbah industri makanan, seperti
industri tempe dan pindang. Biogas sebagian besar berupa gas metana (CH4) dan
karbon dioksida (CO2), dan beberapa gas yang jumlahnya kecil seperti hidrogen
sulfida (H2S), amonia (NH3), hidrogen (H2), dan nitrogen.
Prosesnya, limbah organik
(misalnya kotoran sapi) dikumpulkan dalam suatu wadah tertutup
(digester/reaktor) dan diproses dalam dua tahap. Tahap pertama, limbah
organik diuraikan menjadi senyawa asam lemah dengan bantuan bakteri pembentuk
asam. Tahap kedua, senyawa asam lemah itu kemudian diubah menjadi gas
metana dengan bantuan bakteri pembentuk metana. Gas metana ini sifatnya mudah
terbakar. Gas inilah yang kemudian disalurkan melalui pipa ke dalam tabung gas,
atau dapat langsung ke kompor gas untuk memasak, menyalakan alat penerangan,
dan sebagainya. Inilah sekilas fakta (manath) biogas yang akan dihukumi.
Bagaimanakah hukum biogas ini?
Hukum biogas bergantung limbah
organik yang digunakan. Pertama, jika yang digunakan benda najis,
seperti tinja, kotoran binatang, urine manusia, biogas hukumnya haram. Sebab
memanfaatkan benda najis adalah haram. Kedua, jika limbahnya benda suci
(bukan najis), seperti limbah industri tahu, tempe, dan pindang, biogas
hukumnya mubah.
Memanfaatkan benda najis
hukumnya haram, dengan dalil firman Allah SWT (artinya) : "...maka
jauhilah ia [najis] agar kamu mendapat keberuntungan." (fajtanibuuhu
la'allakum tuflihun) (QS Al-Maidah : 90). Kata ganti (dhamir)
berbunyi "hu" dalam kalimat "fajtanibuuhu"
(jauhilah ia), dapat diartikan "jauhilah najis (rijsun)."
(Imam Baidhawi, Tafsir Al-Baidhawi, 2/108; Imam Syaukani, Fathul
Qadir, 2/354). Ayat ini bersifat umum memerintahkan kita untuk menjauhi
segala macam najis.
Selain itu, banyak hadis
melarang kita memanfaatkan benda najis semisal bangkai (maitah). Jabir
bin Abdullah RA meriwayatkan, saat Fathu Makkah Nabi SAW menjelaskan Allah dan
Rasul-Nya telah mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi, dan berhala.
Kemudian ada yang bertanya,"Bagaimana pendapat Anda mengenai lemak
bangkai, yang digunakan untuk melumuri perahu dan mengolesi kulit, dan
digunakan orang untuk penerangan?" Nabi SAW menjawab,"Tidak,
ia haram." (HR Bukhari no 2082; Muslim no 2960). Hadis
ini menunjukkan memanfaatkan (intifa') segala benda najis adalah haram.
(Imam Syaukani, Nailul Authar, 8/176).
Dalil-dalil di atas
menunjukkan bahwa memanfaatkan benda najis hukumnya haram. Membuat pupuk
kandang dari kotoran binatang, memberi makan ikan dengan kotoran hewan/manusia,
memberi makan kucing dengan bangkai tikus, memberi makan hewan di kebun
binatang dengan bangkai, semuanya haram, karena termasuk tindakan memanfaatkan
benda najis. Demikian pula dalam hal ini, biogas haram hukumnya, karena
termasuk aktivitas memanfaatkan benda najis, baik proses pembuatannya maupun
pemanfaatannya untuk memasak, alat penerangan, dan sebagainya.
Ada ulama yang berpendapat
biogas (dari benda najis) hukumnya mubah. Alasannya, karena gas yang dihasilkan
tidaklah tergolong najis sehingga boleh dimanfaatkan untuk memasak dan
lain-lain. Karena gasnya tidak najis, maka boleh dimanfaatkan dengan hujjah
kaidah al-ashlu fi al-asy-ya` al-ibahah (hukum asal benda adalah boleh).
Pendapat ini tidak dapat
diterima, karena :
(1) Meski gas
yang dihasilkan tidak najis, tapi gas itu tidak dapat dipisahkan dari proses
pembuatannya, yaitu memanfaatkan benda najis. Gas itu tidak muncul tiba-tiba
dari alam, tapi ada proses rekayasa manusia yang mendahuluinya. Adanya gas
adalah akibat, yang tidak akan muncul kecuali dari suatu sebab (pemanfaatan
najis). Jadi menghukumi gas secara terpisah dari proses pembuatannya tidaklah
sesuai dengan manath (fakta yang hendak dihukumi).
(2) Meski gas
yang dihasilkan tidak najis, namun pemanfaatannya untuk memasak dan lain-lain
adalah haram, bukan boleh. Kaidah fiqih menyebutkan : At-Taabi' taabi' (Apa
saja yang mengikuti sesuatu yang lain, hukumnya sama dengan sesuatu yang lain
itu) (Imam Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha`ir). Adanya gas adalah at-taabi'
(sesuatu yang mengikuti) yang muncul dari proses sebelumnya, yaitu
memanfaatkan najis. Dengan demikian, jika memanfaatkan najis adalah haram, maka
memanfaatkan gas hasil proses tersebut, juga ikut haram hukumnya.
Adapun biogas yang berasal
dari benda suci (tidak najis), hukumnya mubah. Inilah yang layak dikembangkan
sebagai energi alternatif. Sebab kaidah fiqih menetapkan : Al-ashlu fi
al-asy-ya` al ibahah hatta yadulla ad-dalil 'ala at-tahrim (hukum asal
benda adalah mubah hingga ada dalil yang mengharamkan). (Imam Suyuthi, Al-Asybah
wa An-Nazha`ir, hal. 107). Wallahu a'lam.
Yogyakarta, 26 Pebruari 2009
Muhammad Shiddiq Al-Jawi