Apakah Sholat Bisa Di Qadha
SHALAT BISA DIQADHA`?
SOAL
:
Apakah shalat bisa diqadha`? Saya pernah dengar
shalat bisa diqadha` dan jika tidak diqadha dosa kita akan terus berjalan
sampai shalat diqadha.
(Nur, 08568218553)
JAWAB
:
Seluruh ulama sepakat bahwa
mengqadha shalat itu wajib hukumnya bagi orang yang meninggalkannya
karena lupa atau tertidur, sesuai hadits Nabi SAW : ”Barangsiapa tidur
meninggalkan shalat atau lupa shalat, maka hendaklah ia mengerjakan shalat itu
tatkala ia teringat. Tidak ada tebusan untuknya melainkan dengan
mengerjakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). (Al-Masa`il Fiqhiyah
(terj.), Mahmud Yunus, hal. 38).
Adapun yang meninggalkan shalat
secara sengaja hingga waktu shalat habis, jumhur (mayoritas) ulama –dari mazhab
Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali— berpendapat dia berdosa dan wajib atasnya
qadha (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/146; Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi
Hadits Hukum, II/33).
Jadi shalat itu bisa (mungkin)
diqadha, bahkan wajib hukumnya, baik karena lupa atau tertidur, atau karena
unsur kesengajaan. Hanya saja, kalau karena lupa atau tertidur, dia tidaklah
berdosa. Sedang kalau karena sengaja, dia telah berdosa, hingga dia
mengqadha`nya.
Namun perlu diketahui, sebagian ulama memang berpendapat
shalat yang ditinggalkan secara sengaja tidaklah mungkin diqadha. Inilah
pendapat Ibnu Hazm (Al-Muhalla, II/335), Imam Syaukani (Nailul Authar,
II/1-4), dan Ibnu Taimiyah (Al-Masa`il Fiqhiyah (terj.), Mahmud Yunus,
hal. 45). Di Indonesia, pendapat ini diikuti oleh Hasbi Ash-Shiddieqy dalam
bukunya Koleksi Hadits Hukum, II/33-37, dan juga oleh A. Hassan --ulama
pendiri PERSIS-- dalam bukunya Soal-Jawab, I/167-180 (1983). Maka dari
itu, tak heran pendapat mereka ini acapkali terdengar juga di Indonesia ini.
Apa alasan ulama yang mengatakan
tidak mungkin mengqadha shalat yang ditinggalkan secara sengaja? Alasan
utamanya adalah karena shalat itu dikerjakan di luar batas waktunya. Padahal
Allah SWT telah menetapkan batas-batas waktu shalat dengan menetapkan awal dan
akhir waktu pelaksanaannya. Maka kalau dikerjakan di luar batas itu, jelas
tidak boleh dan tidak sah. Demikian antara lain hujjah Ibnu Hazm. (Al-Muhalla,
II/335).
Menurut pengasuh, pendapat yang
lebih kuat (rajih) adalah pendapat jumhur, yakni shalat yang
ditinggalkan secara sengaja itu masih dapat diqadha`, sebab dalilnya lebih
kuat. Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan berkata bahwa ibunya
meninggal padahal dia masih hutang puasa sebulan. Ia bertanya,”Bolehkah saya
mengqadha` puasa untuk beliau?” Nabi menjawab,”Andaikan ibumu punya hutang
apakah kamu juga akan membayarnya?” Orang itu menjawab,”Ya.” Nabi
bersabda,”Maka hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar.” (Sahih
Muslim, III/156).
Kata “hutang kepada Allah” (dainullah)
menurut Prof. Ali Raghib dalam Ahkamush Shalat hal. 97 adalah kata umum
yang mencakup segala hutang kepada Allah, termasuk shalat yang ditinggalkan
secara sengaja. Maka hutang itu wajib dilunasi dengan cara mengqadha`nya. Wallahu
a’lam
Yogyakarta, 10 Pebruari 2006
Muhammad Shiddiq al-Jawi