Bolehkah Zakat Fitrah Dengan Uang
BOLEHKAH ZAKAT FITRAH DENGAN UANG?
Tanya :
Ustadz, apakah boleh
kita membayar zakat fitrah dalam bentuk uang?
Jawab :
Ada
khilafiyah di kalangan fuqaha dalam masalah ini menjadi dua pendapat. Pertama, pendapat yang
membolehkan. Ini adalah pendapat sebagian ulama seperti Imam Abu Hanifah, Imam
Tsauri, Imam Bukhari, dan Imam Ibnu Taimiyah. (As-Sarakhsi, al-Mabsuth,
III/107; Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, XXV/83).
Dalil mereka
antara lain firman Allah SWT (artinya),"Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka." (QS at-Taubah [9] : 103). Menurut mereka, ayat
ini menunjukkan zakat asalnya diambil dari harta (mal), yaitu apa yang
dimiliki berupa emas dan perak (termasuk uang). Jadi ayat ini membolehkan membayar
zakat fitrah dalam bentuk uang. (Rabi’ Ahmad Sayyid, Tadzkir al-Anam bi
Wujub Ikhraj Zakat al-Fithr Tha’am, hal. 4).
Mereka juga
berhujjah dengan sabda Nabi SAW,"Cukupilah mereka (kaum fakir dan
miskin) dari meminta-minta pada hari seperti ini (Idul Fitri)." (HR
Daruquthni dan Baihaqi). Menurut mereka, memberi kecukupan (ighna`)
kepada fakir dan miskin dalam zakat fitrah dapat terwujud dengan memberikan
uang. (Abdullah Al-Ghafili, Hukm Ikhraj al-Qimah fi Zakat al-Fithr, hal.
3).
Kedua, pendapat yang tidak
membolehkan dan mewajibkan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok
(ghalib quut al-balad). Ini adalah pendapat jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah,
dan Hanabilah. (Al-Mudawwanah al-Kubra, I/392; Al-Majmu’, VI/112; Al-Mughni,
IV/295).
Dalil mereka
antara lain hadits Ibnu Umar RA bahwa,"Rasulullah SAW telah mewajibkan
zakat fitrah berupa satu sha’ kurma atau satu sha’ jewawut (sya’ir) atas budak
dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa, dari
kaum muslimin." (HR Bukhari, no 1503). Hadits ini jelas menunjukkan zakat
fitrah dikeluarkan dalam bentuk bahan makanan, bukan dengan dinar dan dirham
(uang), padahal dinar dan dirham sudah ada waktu itu. (Rabi’ Ahmad Sayyid,
Tadzkir al-Anam bi Wujub Ikhraj Zakat al-Fithr Tha’am, hal. 9).
Menurut kami,
yang rajih adalah pendapat jumhur yang tak membolehkan zakat fitrah dengan uang
dan mewajibkannya dalam bentuk makanan pokok. Alasan kami : Pertama, ayat QS
at-Taubah : 103 memang bersifat global (mujmal), yaitu zakat itu diambil dari
harta (mal). Namun telah ada penjelasan (bayan) dari As-Sunnah yang merinci
bahwa harta yang dikeluarkan dalam zakat fitrah adalah bahan makanan, bukan
uang.
Kedua, hadits
yang dijadikan dalil adalah dhaif (lemah), karena ada seorang periwayat hadits
bernama Abu Ma’syar yang dinilai lemah. Demikianlah menurut Imam Nawawi
(al-Majmu’, VI/126), Ibnu Hazm (al-Muhalla, VI/121), Imam Syaukani (Nailul
Authar, IV/218), Imam az-Zaila’i (Nashbur Rayah, II/431), Ibnu Adi, (al-Kamil
fi adh-Dhu’afa, VII/55), dan Imam Nashiruddin al-Albani (Irwa`ul Ghalil,
III/844). Padahal hadits dhaif tidak layak dijadikan dasar hukum.
Kalaupun
dianggap sahih, hadits itu bersifat mutlak, tanpa penjelasan bagaimana caranya
mewujudkan kecukupan (ighna`). Maka as-Sunnah memberikan pembatasan (taqyid)
mengenai caranya, yaitu mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan,
bukan dengan uang. (Nada Abu Ahmad, Ahkam Zakat al-Fithr Hal Yajuzu Ikhrajuha
Qiimah, hal. 35).
Kesimpulannya,
tidak boleh membayar zakat fitrah dalam bentuk uang, melainkan wajib dalam
bentuk bahan makanan pokok. Wallahu a’lam
.
Yogyakarta, 28 Agustus 2010
Muhammad Shiddiq al-Jawi